Sabtu, 12 Juni 2010

Refleksi Live-in

Saat siswa-siswi kelas 1 Kolese Gonzaga mengikuti Jambore, kami para seminaris mengikuti live in ordo. Kami memilih ordo/tarekat Salesian Don Bosco (SDB), CICM, Societas of Jesuit (SJ), Diosesan Jakarta, dan Ordo Sanctae Crucis(OSC). Saya memilih Live in di Pratista,Bandung rumah novisiat para Frater OSC/ Ordo Salib Suci. Kami live-in tanggal 7-10 Oktober 2009 . Saya pergi bersama Linus, Lulu, Musa, Genta. Setelah melalui perjalanan yang panjang akhirnya kami tiba di Pratista. Kami disambut dengan baik oleh Pastor Agung. Kami tiba saat para frater sedang opera. Kami langsung diantar ke kamar oleh Frater Johanes..
Saya ditempatkan di kamar Fr. Andris. Setelah menaruh barang di kamar kami jalan-jalan sebentar untuk mengenal lingkungan sekitar. Pukul 12.00 saya pergi ke kapel untuk mengikuti offisi siang bersama para frater. Sore harinya saya meditasi di kapel. Suasana silentium sangat terasa. Saat meditasi saya merenungkan banyak hal tentang kehidupan saya. Setelah meditasi langsung dilanjutkan dengan doa Angelus dan Offisi sore. Pukul 19.00 kami makan malam dalam suasana silentium
Semua kegiatan dilaksanakan berdasarkan jadwal yang ada. Selama masa novisiat para frater mengolah hidup rohani. Setiap hari mereka mengikuti ibadat sampai 4 kali yaitu Ibadat pagi, ibadat siang, ibadat sore dan Completorium. Sebelum mengikuti offisi sore saya meditasi dulu di kapel. Saat meditasi kapel hanya diterangi dengan 1 buah lilin. Saat meditasi saya merenungkan beberapa hal yang menjadi pergulatan hidup saya.
Makan malam di sini berlangsung dalam suasana silentium, biasanya sambil mendengarkan lagu rohani, atau mendengarkan bacaan refter. Bacaan refter ini merupakan renungan oleh para frater. Saat para frater studi saya membaca buku di perpustakaan . Setiap hari selalu ada rekreasi. Selesai rekreasi saya langsung mengikuti completorium .
Jadwal harian para frater relatif sama setiap hari. Suasana novisiat pun sangat hening, saya merasa nyaman di sana karena saya bisa menjalankan kegiatan-kegiatan dengan baik. Saat menjalani kegiatan di sana saya jadi ingat masa KPP karena saya melihat para frater masih beradaptasi dengan keadaan biara.
Saat saya di sana saya melihat setiap para frater opera selama 1 jam, dan 2 kali seminggu mereka mengadakan opera besar yaitu membersihkan semua tempat di sana. Dari kegiatan ini mereka dilatih untuk rendah hati , rajin dan peka terhadap lingkungan. Mereka biasanya berolahraga selama 2 kali seminggu Hari Rabu dan Hari Minggu. Biasanya saat hari minggu pagi mereka berolahraga di Skolastikat OSC yang berada di Jalan Sultan Agung, Bandung. Dari sini saya melihat bahwa mereka bisa mengolah hidup sehat dengan baik.
Selama masa novisiat tahun pertama para frater belum kuliah di universitas. Mereka kuliah di Skolastikat OSC. Baru pada tahun ke 2 mereka berkuliah di Universitas Katolik Parahyangan, Bandung. Pada tahun pertama ini para frater hanya kuliah 2 kali seminggu di skolastikat hari Selasa dan hari Kamis. Di skolastikat ini tidak hanya para frater OSC saja yang kuliah namun ada 3 konven lainnya yaitu Diosesan Bandung, Diosesan Bogor dan Ordo Santa Ursulin (OSU). Saya sempat ikut belajar bersama mereka saat mereka sedang belajar tentang kitab suci. Di biara mereka juga ada mengikuti kelas Bahasa Inggris dan sejarah. Selain itu mereka juga mempelajari regula yaitu peraturan tentang ordo. Mereka memakai Regula Santo Agustinus sama seperti regula yang dipakai oleh Ordo Predicatorum (OP). Selama novisiat tahun pertama ini para frater lebih banyak mempelajari tentan hidup rohani mereka.
Ada 2 tingkat novisiat yaitu novisiat 1 dan novisiat 2. Frater novisiat tingkat 1 berjumlah 13 orang dan Frater novisiat tingkat 2 berjumlah 2 orang, ditambah dengan 2 Formator yaitu Pastor Agung Rianto sebagai Magisterium dan Pastor Freddy sebagai Socius. Kehidupan komunitas mereka kurang berlangsung dengan baik. Hari Jumat saya sempat sharing dengan Frater Andris lewat sharing ini saya bisa mengetahui bahwa diantara mereka masih sering terjadi perbedaan pendapat . Saat mendengar ini saya jadi teringat saat saya masih KPP(Kelas Persiapan Pertama) di angkatan saya pun masih sering terjadi perbedaan pendapat , bahkan mereka pun sempat konflik dengan kakak kelas mereka. Bila sedang ada masalah seperti itu mereka biasa menyelesaikannya saat pertemuan angkatan yang mereka sebut dengan istilah Rembuk Konven. Rembuk konven ini diikuti oleh para frater dan para formator. Saat rembuk konven mereka juga membicarakan tentang kehidupan panggilan mereka .Lewat hal ini saya belajar bahwa kekompakan hal yang penting dan tidak bisa terbentuk dalam waktu yang singkat.
Pembinaan rohani menjadi salah satu hal penting karena salah satu ciri khas Imam OSC adalah kecintaan mereka terhadap liturgi. Kehidupan mereka bertipe semi kontemplatif. Setiap hari Jumat mereka selalu mengadakan kegiatan rohani yang berbeda seperti Salve, Doa Kreatif, Jalan salib dan lain-lain. Saat di sana saya mengikuti Jalan Salib mengelilingi kompleks Pratista. Karena hari Jumat merupakan hari penyaliban Yesus Kristus maka menghayatinya dengan cara bermatiraga, saat itu mereka hanya makan siang dengan nasi putih tanpa lauk. Lewat puasa ini saya mencoba untuk menghayati kesengsaraan Kristus.
Selama live-in di saya belum terlalu mengenal ordo yang menjadi tempat live- in , namun saya bisa sedikit mengetahui lika-liku dan gejolak kehidupan para frater yang sedang menjalani masa novisiat. Karena saat live-in saya mengikuti kehidupan mereka. Spiritualitas mereka adalah Vita Mixta yang berarti hidup tidak hanya untuk berdoa tetapi juga untuk berkarya, hidup tidak hanya untuk berkarya tetapi juga untuk berdoa. Setelah menjalani live-in ini saya cukup tertarik dengan OSC namun saya masih ingin mengenal tarekat lain karena saya ingin membandingkan dan memilih tarekat yang paling sesuai dengan kepribadian saya.
Menjadi imam bukanlah sesuatu yang mudah, karena menurut saya Imam adalah seorang pemimpin yang dekat dan bisa melayani anak buahnya dengan baik. Imam harus mengenal umatnya dengan baik. Imam harus rela berkorban demi umatnya Selama ini saya sempat ragu dengan panggilan saya namun saat saya meditasi di sana saya merasa seperti kembali dikuatkan.
Bila menjadi imam nanti saya ingin menjadi imam yang bisa melayani umatnya dengan baik, bisa menjalani kehidupan secara Cor Unum Et Anima Una In Deum (Sehati sejiwa di dalam Tuhan). Untuk mencapai hal itu saya harus lebih memperdalam tujuan hidup saya ini dan mencari tarekat mana yang paling cocok dengan saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar